Nelayan desak Pemkab Mimika awasi harga hasil tangkapan
Akibat belum adanya regulasi maka harga itu seenaknya diatur oleh penadah sendiri. Mau naikan atau turunkan harga itu sesuka mereka saja.
Timika (Antara Papua) - Nelayan asli Mimika yang bermukim di wilayah kampung-kampung pesisir mendesak Pemkab Mimika, Papua, untuk segera mengawasi harga hasil tangkapan seperti ikan, udang, dan kepiting bakau.
Seorang Nelayan asal kampung Kokonao, Distrik Mimika Barat, juga sebagai kepala kampung Kokonao, Onesimus Kawaripea mengatakan hingga saat ini belum ada standar harga hasil tangkapan nelayan yang dipatuhi semua pembeli atau penadah hasil tangkapan nelayan lokal suku Kamoro.
"Akibat belum adanya regulasi maka harga itu seenaknya diatur oleh penadah sendiri. Mau naikan atau turunkan harga itu sesuka mereka saja," tuturnya.
Sebagai nelayan kecil yang ingin mendapatkan sejumlah uang untuk kepentingan kebutuhan rumah tangga, terkadang mereka hanya menerima dan tidak kuasa untuk menolak harga yang sudah ditentukan seenaknya oleh para penadah.
"Kalau kita tolak jual dengan harga itu maka hasil tangkapan kita pasti tidak laku karena tidak banyak orang yang menjadi penanda di wilayah pesisir Mimika," ujarnya.
Seorang nelayan lain asal kampung Mimika, Arobert Akire mengatakan harga tertinggi udang jenis banana per kg-nya seharga Rp50 ribu, sedangkan jenis Tiger per kilonya seharga Rp100 ribu. Sementara itu untuk ikan kakap dibeli oleh penadah dengan harga tertinggi Rp25 ribu per kilogram.
"Itu harga tertinggi dan tidak pernah naik kendati harga BBM di pesisir hampir setiap saat naik terus dan tidak pernah turun," ujarnya.
Arobert mengatakan hampir semua nelayan di wilayah pesisir yang mayoritas adalah masyarakat suku Kamoro mengeluhkan hal yang sama. Namun hal tersebut belum menjadi perhatian SKPD terkait.
Ia berharap agar apa yang menjadi perhatian dan keprihatian masyarakat asli Mimika dapat menjadi perhatian Pemkab Mimika. (*)
Seorang Nelayan asal kampung Kokonao, Distrik Mimika Barat, juga sebagai kepala kampung Kokonao, Onesimus Kawaripea mengatakan hingga saat ini belum ada standar harga hasil tangkapan nelayan yang dipatuhi semua pembeli atau penadah hasil tangkapan nelayan lokal suku Kamoro.
"Akibat belum adanya regulasi maka harga itu seenaknya diatur oleh penadah sendiri. Mau naikan atau turunkan harga itu sesuka mereka saja," tuturnya.
Sebagai nelayan kecil yang ingin mendapatkan sejumlah uang untuk kepentingan kebutuhan rumah tangga, terkadang mereka hanya menerima dan tidak kuasa untuk menolak harga yang sudah ditentukan seenaknya oleh para penadah.
"Kalau kita tolak jual dengan harga itu maka hasil tangkapan kita pasti tidak laku karena tidak banyak orang yang menjadi penanda di wilayah pesisir Mimika," ujarnya.
Seorang nelayan lain asal kampung Mimika, Arobert Akire mengatakan harga tertinggi udang jenis banana per kg-nya seharga Rp50 ribu, sedangkan jenis Tiger per kilonya seharga Rp100 ribu. Sementara itu untuk ikan kakap dibeli oleh penadah dengan harga tertinggi Rp25 ribu per kilogram.
"Itu harga tertinggi dan tidak pernah naik kendati harga BBM di pesisir hampir setiap saat naik terus dan tidak pernah turun," ujarnya.
Arobert mengatakan hampir semua nelayan di wilayah pesisir yang mayoritas adalah masyarakat suku Kamoro mengeluhkan hal yang sama. Namun hal tersebut belum menjadi perhatian SKPD terkait.
Ia berharap agar apa yang menjadi perhatian dan keprihatian masyarakat asli Mimika dapat menjadi perhatian Pemkab Mimika. (*)
Nelayan desak Pemkab Mimika awasi harga hasil tangkapan
Reviewed by Unknown
on
09.12
Rating:
Post a Comment