.
Malang, MAJALAH BEKO – Aliansi
Mahasiswa Papua (AMP) Komite
Kota (KK) Malang dalam
rilis yang diterima majalahbeko.com menuliskan empat poin yang berisi Penentuan Pendapat Rakyat
(Pepera) 1969yang dinilai tidak demokratis.
Berikut rilis AMP Malang menyikapi Pepera 1969
yang dibacakan dalam pemutaran film dan diskusi diKontrakan Wamena, Perumahan Landungsari, Kota
Malang pada Selasa (2/8/2017) lalu:
Pertama; perebuatan wilayah Papua antara Belanda
dan Indonesia pada dekade 1960-an, yang membawa kedua
negara ini dalam perundingan yang kemudian dikenal dengan nama Perjanjian New
York (New York Agreement). Perjanjian yang terdiri dari 29
pasal yang mengatur beberapa poin antara lain; penentuan nasib sendiri (self
determination) yang didasarkan pada praktek internasional, yaitu satu orang satu suara (one
man one vote), serta transfer administrasi dari PBB kepada Indonesia
yang kemudian dilakukan pada 1 Mei 1963 yang oleh Indonesia disebut hari
Integrasi Papua ke RI.
Kedua; tentang Perjanjian
Roma (Roma Agreement) yang keluar pada 30 September 1962, yang
memuat tentang Indonesia mendorong pembangunan dan mempersiapkan pelaksanaan act
of free choise (tindakan pilih bebas) di Papua pada tahun 1969. Namun
kenyataannya, Indonesia
memobilisasi militer secara besar-besaran untuk meredam gerakan pro kemerdekaan
rakyat Papua.
Ketiga; tentang kontrak
karya pertama Freeport pada tanggal 7 April 1967, yang dilakukan 2 tahun jauh
sebelum dilakukannya Pepera 1969.
Keempat; dilakukannya penentuan pendapat rakyat
(Pepera) tepat pada 2 Agustus 1969 yang tidak demokratis, di mana dari
809.337 orang Papua yang memiliki hak saat itu hanya diwakili 1025 orang yang
sebelumnya sudah dikarantina dan hanya 175 saja yang memberikan pendapat di bawah
intimidasi aparat Indonesia saat itu. sumbr (NESON ENEBI).
Post a Comment